Pusat Penelitian

Temukan berbagai publikasi dokumen dari Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI mengenai Laporan Kinerja, Info Judicial Review dan lainnya.

Parliamentary Review, Vol. I, No. 3, September 2019

Penulis
187
Abstrak
Kinerja legislasi atau pembentukan undang-undang yang diukur dengan membandingkan jumlah rancangan undang-undang (RUU) yang direncanakan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) dengan RUU yang selesai dibahas, sudah tidak relevan. Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa ukuran kinerja para pembuat peraturan perundang-undangan berdasarkan seberapa banyak jumlah peraturan perundang-undangan yang dibentuk, harus diubah. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini membahas bagaimana seharusnya format Prolegnas dan cara mengukur kinerja legislasi DPR. Dengan format tabel RUU Prolegnas saat ini yang hanya berisi judul RUU dan pemrakarsa, sulit dicari keterkaitannya dengan visi dan misi serta arah kebijakan Prolegnas. Sementara untuk mengukur kinerja legislasi berdasarkan jumlah RUU yang dihasilkan memiliki banyak kelemahan, di antaranya karena banyaknya undang-undang tidak selalu menjamin proses pembentukan undang-undang dilakukan secara demokratis. Untuk itu pengukuran dengan basis kuantitas perlu ditinggalkan dan digantikan dengan metode evaluasi parlemen yang menggunakan kriteria internasional. Berdasarkan hal tersebut, format Prolegnas perlu disempurnakan dengan mengaitkan antara visi dan misi pembangunan dengan kerangka regulasi yang dibutuhkan dalam satu tabel. Evaluasi akan lebih tepat apabila menggunakan a self assessment toolkit for parliaments yang telah disusun oleh Inter- Parliamentary Union.

Penulis
197
Abstrak
Kinerja DPR dalam bidang ekonomi periode 2014-2019 dinilai belum mampu memuaskan masyarakat. Namun demikian, penilaian tersebut lebih menyasar pada kinerja output secara kuantitatif khususnya fungsi legislasi tanpa melihat peran lembaga eksekutif sebagai mitra kerja DPR. Dengan demikian, standar penilaian publik terhadap kinerja DPR akan sangat sulit digambarkan secara objektif. DPR perlu menyampaikan ke publik mengenai apa saja yang sudah dikerjakan dalam periode keanggotaannya. Sebagai lembaga perwakilan rakyat, penilaian publik tersebut bagaimana pun harus dinilai sebagai bentuk perhatian masyarakat yang masih menaruh harapan yang tinggi kepada DPR. Bagaimana pun, sejumlah tantangan kinerja DPR perlu dikelola dengan baik dalam sejumlah hal misalnya, penentuan Prolegnas, kemauan politik untuk lebih fokus pada pelaksanaan fungsi legislasi dan anggaran, serta asertivisme pengawasan terhadap pelaksanaan UU dan segenap kebijakan pemerintah. Selain itu, tantangan lain mencakup optimalisasi keluaran pelaksanaan fungsi DPR bagi pembangunan ekonomi dan daya saing nasional. Dengan demikian, kinerja DPR dalam bidang ekonomi dapat membantu memfasilitasi pemerintah untuk memastikan tercapainya tujuan pembangunan nasional secara umum. Dengan latar belakang inilah, tulisan ini dibuat agar publik dapat secara lengkap memahami kinerja DPR dalam periode 2014-2019.

Penulis
190
Abstrak
Pelaksanaan fungsi DPR RI Periode 2014-2019 bidang kesejahteraan sosial antara lain dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi pada komisi yang membidangi masalah kesejahteraan sosial, yaitu Komisi VIII, Komisi IX, dan Komisi X. Pelaksanaan fungsi DPR RI dalam tulisan ini dibatasi pada pelaksanaan fungsi legislasi dan pengawasan. Pelaksanaan fungsi legislasi pada Komisi VIII antara lain dapat dilihat dari RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan RUU tentang Pesantren. Pelaksanaan fungsi legislasi pada Komisi IX terlihat dari RUU tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia; RUU tentang Kepalangmerahan; RUU tentang Kebidanan; dan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang telah diperpanjang masa pembahasannya (carry over) pada DPR RI periode 2019-2024. Fungsi pengawasan Komisi IX terlihat pada beberapa Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk, antara lain: Panja Pengawasan INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups) dan Panja Pengawasan Peredaran Vaksin dan Obat. Adapun pelaksanaan fungsi legislasi pada Komisi X dapat dilihat dari RUU tentang Sistem Perbukuan; RUU tentang Pemajuan Kebudayaan; RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam; serta RUU tentang Ekonomi Kreatif. Sementara pelaksanaan fungsi pengawasan dapat dilihat dari Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk.

Penulis
183
Abstrak
Diplomasi parlemen yang dilakukan oleh DPR, khususnya melalui fora antarparlemen, memiliki peran untuk mendukung politik luar negeri RI. Sebagai bagian dari multi-track diplomacy, diplomasi parlemen yang dilakukan oleh DPR sudah seharusnya ditujukan untuk menyuarakan dan memperjuangkan berbagai isu yang menjadi perhatian masyarakat internasional dan juga isu-isu yang terkait dengan kepentingan nasional Indonesia. Pembahasan dalam tulisan ini dibatasi untuk mengulas beberapa isu dan menjadi perhatian dalam aktivitas diplomasi DPR RI periode keanggotaan 2014-2019. Isu-isu tersebut mencakup upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), penanganan perubahan iklim, tata kelola perdagangan dunia, isu kelapa sawit, keamanan maritim dan kawasan, terorisme, dan isu Palestina. Tulisan ini juga memuat catatan bagi aktivitas diplomasi DPR ke depan. Persoalan yang berkaitan dengan keamanan manusia (human security), baik itu yang terkait dengan aspek politik dan keamanan maupun sosial dan ekonomi, harus menjadi perhatian utama dalam aktivitas diplomasi DPR. Posisi kunci di organisasi keparlemenan internasional juga strategis untuk diduduki Indonesia dalam kerangka memperkuat perjuangan diplomasi Indonesia di fora internasional, khususnya fora antarparlemen.

Penulis
176
Abstrak
Tulisan ini mengkaji pelaksanaan Open Parliament Indonesia yang sudah dideklarasikan sejak tahun 2018. Open Parliament dinilai sejalan dengan parlemen modern yang digagas oleh Organisasi Parlemen Internasional (IPU) yang ikut dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Parlemen modern sebagaimana tergambar dalam Open Parliament menuntut dilakukannya reformasi dalam tubuh DPR RI sendiri. Open Parliament menuntut tidak hanya perubahan dalam bidang kelembagaan, namun juga perubahan pola pikir dan perilaku. Kelembagaan Open Parliament harus mampu mengubah pola pikir bahwa parlemen itu merupakan lembaga demokratis yang menuntut setiap pihak di dalamnya mempunyai persepsi bahwa masyarakat harus menjadi prioritas untuk diberikan informasi dan akses terhadap informasi itu sendiri. Selanjutnya, perubahan terhadap perilaku menuntut setiap pihak di dalam parlemen itu sendiri (baik anggota parlemen maupun pegawai/staf) berperilaku efisien dan menerapkan prinsip-prinsip parlemen modern. Perubahan value dapat dilakukan melalui reformasi penganggaran DPR RI; perubahan Tata Tertib DPR RI; dan penerapan evidence based policy dalam pembahasan setiap kebijakan.
Parliamentary Review, Vol. I, No. 4, Desember 2019

Penulis
174
Abstrak
Sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo yang berorientasi pada pembentukan SDM unggul, DPR RI sesuai dengan tugas konstitusionalnya, perlu memastikan bahwa Indonesia akan menjadi negara yang maju, bermartabat, dan sejahtera dengan meningkatkan kemandirian dan daya saing. Tulisan ini memaparkan hasil pembangunan yang telah dicapai pada periode 2014–2019 dari sisi kesejahteraan sosial dan agenda pembangunan sosial yang perlu diperhatikan sehingga visi Presiden Jokowi yang berorientasi pada pembentukan SDM unggul dapat diwujudkan. Pemerintah pada periode 2014–2019 tidak berhasil mencapai 4 target ekonomi makro dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019, yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, indeks pembangunan manusia, dan tingkat pengangguran. Sebagai salah satu lembaga negara, DPR RI sesuai dengan tugas konstitusionalnya perlu memastikan bahwa Indonesia akan menjadi negara yang maju, bermartabat dan sejahtera, yang dicapai melalui tiga kata kunci penting, yaitu kemandirian, daya saing, dan SDM yang unggul. DPR RI juga perlu memastikan bahwa pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pemerintah ke depan merupakan paduan antara pendekatan sumber daya (resources), pengetahuan (knowledge), dan budaya (culture).

Penulis
241
Abstrak
DPR RI 2019-2024 mempunyai agenda legislasi carry-over RUU serta omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Untuk itu, tulisan inimengkaji pengaturan carry-over dalam Prolegnas dan arah politik hukum omnibus law kedua UU tersebut. Carry-over diberlakukan pada periode ini berdasarkan Pasal 71A UU No. 15 Tahun 2019 demi keberlanjutan pembentukan UU. RUU dalam Prolegnas DPR RI periode sebelumnya yang telah membahas DIM dapat dilakukan carry-over pada DPR RI periode ini, apabila memenuhi persyaratan dan ditetapkan sebagai RUU dalam Prolegnas 2020-2024 dan RUU Prioritas Tahunan. Mekanisme carry-over perlu diatur lebih lanjut, sehingga harus dilakukan perubahan Peraturan DPR RI No. 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyusunan Program Legislasi Nasional. Carry-over juga perlu menerapkan omnibus law agar terjadi keselarasan dengan keinginan politik untuk penyederhanaan regulasi dan deregulasi. Politik hukum omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM dimulai sejak Presiden menyatakan keinginan politik untuk membentuk kedua UU tersebut yang berfungsi sebagai omnibus law dengan membentuk satu UU untuk penyederhanaan dan deregulasi peraturan perundang-undangan terkait hak atas pekerjaan dan pengembangan UMKM. Ini perlu ditindaklanjuti dengan politik hukum di DPR RI, mulai dari tahap perencanaan dalam Prolegnas hingga terbentuknya UU. Omnibus law dapat diterapkan untuk RUU lainnya.

Penulis
182
Abstrak
Indonesia sudah berhasil melakukan reformasi di bidang hukum terhadap konstitusi UUD Tahun 1945. Reformasi hukum harus berlanjut dengan pembentukan dan pembaruan hukum nasional (UU) menggantikan hukum peninggalan Belanda. Memiliki hukum sendiri bagi bangsa Indonesia dapat menampakkan jati diri bangsa dan kemandirian negara, seperti dalam Prolegnas. Tujuan kajian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis Prolegnas 2020-2024 yang harus sejalan/sesuai dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat dan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional dapat didekatkan melalui arah politik (hukum) pembangunan, sebagai implementasi tujuan negara. Kajian dilakukan dengan melakukan review terhadap program-program berdasarkan bahan pustaka, dan referensi lain yang relevan dengan topik. Hasil review ini menyimpulkan, Prolegnas (2020–2024) dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang diinginkan masyarakat dan negara dengan politik (hukum) pembangunan yang merupakan proses membangun tata hukum beserta perangkatnya antara lain dengan omnibus law. Sedangkan tujuan nasional merupakan tujuan negara yang diwujudkan melalui pelaksanaan Prolegnas (2020–2024) sebagai politik (hukum) pembangunan.

Penulis
160
Abstrak
Pasca-pelantikan mereka, tugas baru dalam menjalankan diplomasi parlemen telah menanti para anggota DPR periode 2019-2024. Peran dan kapabilitas mereka dalam menjalankan diplomasi dijalur dua akan mendukung sukses pemerintah dalam mengimplementasikan multitrack diplomacy, atau diplomasi total, di milenium baru. Karena tetap harus beranjak dari kepentingan nasional, pengembangan kinerja para anggota DPR dalam menjalankan diplomasi parlemen harus sejalan dengan agenda pemerintah di berbagai forum internasional dan upaya pencapaiannya. Tulisan ini membahas agenda para anggota DPR dalam melaksanakan diplomasi parlemen dalam lima tahun ke depan mendampingi dan sekaligus mendukung agenda diplomasi jalur satu pemerintah di dunia internasional. Pengumpulan data dilakukan di parlemen dengan memanfaatkan data primer dan sekunder. Mengingat alokasi anggaran yang semakin terbatas, para anggota parlemen harus melakukan pilihan yang selektif dalam mengikuti forum internasional yang relevan mendukung kepentingan nasional. Penulis merekomendasikan perlunya persiapan dan peningkatan kemampuan para anggota DPR untuk bisa meningkatkan peran mereka dalam melakukan diplomasi parlemen, yang telah disepakati sebagai fungsi baru parlemen di UU tentang DPR.

Penulis
212
Abstrak
Hasil Pemilu Legislatif 2019 telah menempatkan 9 (sembilan) partai politik (parpol) peserta Pemilu di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan total jumlah kursi sebanyak 575 kursi. Dengan masuknya Partai Gerindra ke dalam koalisi pemerintah membawa koalisi pendukung pemerintah menjadi semakin kuat. Komposisi pimpinan DPR juga dikuasai partai pendukung pemerintah. Hal ini berbeda dengan periode pimpinan DPR sebelumnya, dimana kepemimpinan DPR pada pemilihan tahun 2014 lalu dipegang oleh partai oposisi. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan membahas bagaimana keberadaan koalisi dan oposisi dapat memengaruhi kinerja DPR 2014-2019? Ditemukan bahwa DPR 2019–2024 memiliki tantangan dalam melaksanakan fungsinya. Hal ini karena sistem presidensial idealnya mempunyai dua kekuatan utama yang seimbang. Dengan demikian meskipun koalisi partai di pemerintahan cukup besar namun DPR harus tetap sebagai fungsinya yaitu melakukan pengawasan dan menjalankan fungsi check and balances. Dengan demikian keberadaan oposisi memegang peranan yang sangat penting terutama dalam melakukan lobi. Selain itu dalam praktiknya, hubungan DPR dengan Pemerintah memang lebih banyak dalam pelaksanaan fungsi anggaran dan pengawasan sehingga politik legislasi Indonesia tidak mendapat arah yang jelas. Oleh sebab itu perlu bagi DPR untuk fokus dalam menjalankan fungsinya sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja DPR.