Pusat Penelitian

Temukan berbagai publikasi dokumen dari Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI mengenai Laporan Kinerja, Info Judicial Review dan lainnya.

Parliamentary Review, Vol. II, No. 3, September 2020

Penulis
196
Abstrak
Sampai saat ini, jumlah kasus baru positif Covid-19 terus bertambah dan belum dapat dipastikan akhir dari kondisi Pandemi Covid-19 di Indonesia. Tingginya jumlah kasus baru Covid-19 merupakan cerminan penularan masih terjadi di masyarakat dan belum maksimalnya masyarakat melaksanakan imbauan protokol kesehatan. Namun di sisi lain, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan pelonggaran PSBB. Memasuki era tatanan new normal perlu ada perubahan perilaku dalam penerapan protokol kesehatan karena dapat mempercepat penanganan pandemi Covid-19. Tulisan ini membahas kondisi penerapan protokol kesehatan di masyarakat dan mencermati tantangan serta peluang yang dapat dilakukan dalam mengubah perilaku masyarakat agar dapat disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam percepatan penanganan pandemi Covid-19. Pelanggaran dan rendahnya penerapan protokol kesehatan serta ketidakpuasan masyarakat sebagai tantangan sekaligus pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Perubahan perilaku melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat melalui kegiatan Desa/Kelurahan/Kampung Tangguh Bencana Covid-19 merupakan kunci dalam pendisiplinan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan. Tingkat keberhasilan sangat dipengaruhi oleh komitmen dan kerja sama semua sektor serta pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah daerah.

Penulis
182
Abstrak
Kajian ini membahas dampak dari Pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. Kondisi ini harus segera diantisipasi, karena akan menimbulkan resesi ekonomi dan krisis pangan. Indikasi ini dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang mengalami minus 5,32% pada Triwulan II, 2020. Untuk mengantisipasi terjadinya resesi ekonomi dan krisis pangan, pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan antara lain melalui Perppu dan Perpres. Studi ini bertujuan mengkaji kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah untuk mencegah resesi ekonomi dan krisis pangan dalam negeri di masa pandemi Covid-19. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dan non-fiskal yang ditetapkan pemerintah tidak boleh hanya difokuskan pada upaya pemulihan ekonomi semata, tetapi juga mutlak perlu memperhatikan ketahanan pangan selama masa pandemi Covid-19. Untuk itu, perlu ditingkatkan produksi pangan terutama beras untuk mengurangi impor antara lain melalui pengembangan lumbung padi desa. Dalam mengatasi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, kebijakan pemerintah jangan kontradiktif. Dalam hal ini DPR memiliki peran dalam merumuskan kebijakan agar perekonomian nasional tidak terjebak dalam resesi ekonomi dan krisis pangan.

Penulis
191
Abstrak
Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak di berbagai bidang, termasuk bidang ketenagakerjaan. Banyak pekerja yang terdampak Covid-19, antara lain pemutusan hubungan kerja (PHK) dan risiko tertular di tempat kerja. Tulisan ini mengkaji pelindungan hukum terhadap pekerja pada masa pandemi Covid-19 dan kendala regulasi dalam pelaksanaan pelindungan tersebut. Berdasarkan hasil kajian, hak tiap-tiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan telah dijamin dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain jaminan tersebut, negara juga harus memberikan pelindungan bagi pekerja. Pelindungan hukum bagi pekerja yang mengalami PHK diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor (No.) 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan No. M/3/HK.04/III/2020 dan No. M/8/HK.04/V/2020. Namun demikian, peraturan perundang-undangan tersebut memiliki kelemahan. UU No. 13 Tahun 2003 tidak mengatur masalah pelindungan pekerja jika terjadi pandemi, oleh karenanya perlu direvisi untuk mengatur masalah tersebut. Sementara peraturan dalam bentuk SE Menteri Ketenagakerjaan tidak mengikat gubernur dan pengusaha. Akibatnya pelindungan hukum terhadap pekerja lemah. Oleh karena itu pelindungan pekerja sebaiknya diatur dalam bentuk peraturan perundang-undangan dengan hierarki lebih tinggi dari SE agar mengikat semua pihak untuk menaati dan melaksanakannya.

Penulis
212
Abstrak
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan pemerintah menemui tantangan dalam melakukan tugas dan kewajibannya dalam pelayanan publik. Tantangan terutama karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan pelayanan publik terhambat. Demikian pula dengan kebijakan pembatasan aktivitas di kantor bagi seluruh pegawai termasuk Aparatur Sipil Negara dengan pemberlakuan bekerja dari rumah. Berdasarkan hal tersebut maka yang menjadi pertanyaan dalam tulisan ini yaitu bagaimana pengembangan model pelayanan elektronik dari sistem e-Government di era new normal? Ditemukan bahwa era new normal menuntut agar penggunaan media elektronik menjadi sarana utama pemerintah dan masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan. Peran pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan di era pandemi membutuhkan inovasi di bidang layanan berbasis teknologi informasi kepada masyarakat serta perlu juga ditunjang dengan ketersediaan data yang valid dan otentik. Tersedianya data yang valid dan otentik, menjadi salah satu indikator utama dari kepuasan masyarakat terhadap pemerintah di era new normal. Selain itu, pelaksanaan e-Government harus mampu membentuk interaksi komunikasi antara elemen pemerintah pusat, daerah serta masyarakat melalui sistem elektronik berbasis informasi digital. Realitanya, pertukaran informasi melalui digital jauh lebih cepat dan efektif dilakukan daripada melakukan interaksi informasi melalui pelayanan tercetak. Selanjutnya setelah era new normal pelayanan melalui online masih dapat terus dilaksanakan sebagai wujud modernisasi pelayanan dari pemerintah kepada masyarakat.

Penulis
160
Abstrak
Menyebarnya wabah penyakit Covid-19 ke seluruh dunia secara cepat dan tidak mampu dicegah, telah menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas para pemimpin dalam mengimplementasikan kebijakan nasional untuk mengatasinya. Pendekatan yang selama ini mereka andalkan dalam menjalankan hubungan internasional, yaitu unilateralisme dan bilateralisme, secara realistis dinilai tidak mampu lagi dan dapat diandalkan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dunia, termasuk pandemi. Sementara, pendekatan multilateralisme yang sebelumnya tidak menjadi pilihan dan surut dari perhatian kini dilirik dan dibicarakan kembali potensinya yang efektif dalam mengatasi permasalahan global yang dihadapi umat manusia, dalam hal ini, merebaknya pandemi yang berasal dari virus Covid-19. Esai ini mengkaji pentingnya penggunaan kembali pendekatan multilateralisme dalam memecahkan masalah hubungan internasional, khususnya ancaman keamanan yang bersifat non-tradisional yang berasal dari penyebaran dan kontaminasi pandemi tersebut. Data dikumpulkan dari studi kepustakaan dengan pemanfaatan sumber referensi daring yang beragam. Analisis dilakukan secara kualitatif, dengan perbandingan kasus di berbagai negara dan kawasan. Temuan memperlihatkan upaya mengatasi penyebaran pandemi Covid-19 dapat dilakukan oleh para pemimpin dunia dengan solusi alternatif multilateralisme sehingga dunia dapat lebih sukses dalam mengatasinya.
Parliamentary Review, Vol. II, No. 4, Desember 2020

Penulis
176
Abstrak
Tulisan ini me-review kebijakan yang akan diambil untuk Papua, menjelang berakhirnya dana Otsus pada tahun 2021. Pemerintah Pusat mengambil sikap akan memperpanjang pemberian dana Otsus dengan melihat dari berbagai indikator yaitu IPM, angka kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka, dan gini ratio, termasuk tingkat ketergantungan pemerintah provinsi terhadap dana Otsus, tanpa mendengarkan suara orang Papua. Pendekatan semacam ini merupakan cermin pendekatan klasik dalam pembuatan kebijakan, yang sudah ditinggalkan, diganti dengan pendekatan baru, yakni dengan mengedepankan nilai-nilai demokratik dan konstitusional. Hal ini sejalan dengan perkembangan tuntutan masyarakat saat ini. Tulisan ini memaparkan ada banyak persoalan dalam implementasi UU Nomor 21 Tahun 2001 yang harus dievaluasi oleh pembuat kebijakan, tidak hanya dana Otsus. Oleh karena itu, tulisan ini merekomendasikan agar kebijakan untuk memperpanjang pemberian dana Otsus Papua harus dibicarakan secara terbuka kepada rakyat Papua. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap UU Nomor 21 Tahun 2001 dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Penulis
194
Abstrak
Kebijakan dana otonomi khusus (Dana Otsus) kepada Provinsi Papua dan Papua Barat yang telah berumur dua puluh tahun akan berakhir di tahun 2021. Apakah kebijakan tersebut telah berdampak signifikan terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat di Papua. Artikel singkat ini melihat dari indikator PDRB, kemiskinan, pengangguran dan IPM dari Provinsi Papua. Dari sejumlah indikator tersebut, ada perbaikan pada indikator PDRB dan pengangguran, tetapi kurang signifikan perbaikannya pada indikator kemiskinan dan IPM. Oleh karenanya, perlu perbaikan dari aspek pengelolaan Dana Otsus, yang telah menyumbangkan 47% pendapatan Provinsi Papua dan angkanya telah mencapai Rp.69,98 triliun sejak Tahun 2002 sampai 2020. Ke depannya, belanja pemerintah Papua harus bisa menjawab tuntutan kebijakan Otsus untuk memproteksi manusia, alam dan budaya. Untuk itu perlu dukungan agar belanja pemerintah Papua dapat menyentuh ketiga aspek yang akan dilindungi oleh kebijakan Otsus itu sendiri melalui peraturan perundangan yang lebih memberikan fleksibilitas nomenklatur belanja sebagai turunan dari tujuan Otsus, tetapi perlu diikuti dengan pengawasan yang ketat untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas penggunaan dananya.

Penulis
177
Abstrak
UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menempatkan perempuan sebagai salah satu subjek dari tiga unsur yang penting selain adat dan agama. Undang-undang tersebut juga mengatur bahwa perempuan memperoleh sepertiga kursi dalam Majelis Rakyat Papua yang merupakan representasi kultural orang asli Papua. Kewajiban Pemerintah Provinsi Papua adalah membina, melindungi hak-hak, dan memberdayakan perempuan secara bermartabat dan melakukan semua upaya untuk memposisikannya sebagai mitra sejajar kaum laki-laki. Hingga saat ini Papua masih menghadapi masalah tingkat kekerasan terhadap perempuan yang tinggi. Tulisan ini mengkaji kekerasan terhadap perempuan di Papua dan upaya mengatasinya. Kekerasan perempuan Papua terjadi baik di ranah privat (rumah tangga) maupun ranah publik dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan kekerasan seksual. Meskipun telah ada peraturan daerah tentang pelindungan perempuan dari tindak kekerasan, namun implementasinya belum optimal. Perlu berbagai upaya untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan, antara lain optimalisasi peran P2TP2A sebagai lembaga yang memiliki fungsi pelindungan, pendampingan, dan advokasi terhadap perempuan korban kekerasan, sosialisasi kepada masyarakat, dan monitoring serta evaluasi.

Penulis
183
Abstrak
Papua yang maju dan sejahtera, yang diupayakan melalui kebijakan Otonomi Khusus, merupakan modalitas berharga bagi diplomasi Indonesia di Pasifik Selatan, saat Indonesia sering dihadapkan pada situasi yang tidak bersahabat dari sejumlah negara. Sebagai bagian dari Pasifik, Indonesia berkepentingan menjalin hubungan konstruktif dengan negara-negara Pasifik Selatan, yang dengan berbagai potensi yang dimilikinya, mereka memiliki nilai strategis bagi Indonesia. Tulisan ini membahas diplomasi yang perlu dilakukan Indonesia di Pasifik Selatan. Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, dan melalui studi kepustakaan, penulis menemukan bahwa diplomasi konstruktif yang dilakukan Indonesia di Pasifik Selatan tetap didasarkan pada kepentingan nasional, dan kerja sama yang saling menguntungkan, termasuk untuk membangun stabilitas kawasan. Penulis juga berpendapat, diplomasi Indonesia di Pasifik Selatan tidak cukup dilakukan melalui berbagai dialog dan pertemuan, tetapi perlu diikuti dengan hal konkret berupa program dan kerja sama pembangunan yang saling menguntungkan. Penulis menyimpulkan bahwa diplomasi parlemen Indonesia di Pasifik harus dilakukan secara lebih aktif di berbagai forum regional, demi menyuarakan kepentingan nasional di kawasan, dengan dukungan besar DPR RI, melalui upaya diplomasi parlemen.