Pusat Penelitian

Temukan berbagai publikasi dokumen dari Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI mengenai Laporan Kinerja, Info Judicial Review dan lainnya.

Universal Health Coverage (UHC): Perspektif Kesehatan dan Kesejahteraan

Penulis
205
Abstrak
Rahmi Yuningsih, membahas masalah tenaga kesehatan dalam Program JKN di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Pada intinya, Program JKN diperlukan adanya tenaga kesehatan dalam kualitas dan kuantitas yang memadai serta terdistribusi secara seimbang di seluruh wilayah Indonesia. Tenaga Kesehatan di Puskesmas yang terdiri atas dokter atau dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi dan tenaga kefarmasian perlu bekerja profesional yang meliputi pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, pelayanan gizi dan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit

Penulis
1957
Abstrak
Walaupun Indonesia mengalami transisi epidemiologi di mana PTM lebih besar daripada PM, tetapi anggaran juga tetap diperlukan untuk mengontrol upaya promotif dan preventif untuk PM supaya tidak terjadi wabah dan menimbulkan masalah baru. Transisi epidemiologi menyebabkan beban keuangan negara karena anggaran banyak terserap untuk membiayai PTM. Oleh karena itu, dalam upaya mengurangi beban tersebut perlu dengan perubahan perilaku dan paradigma sehat. Di samping itu, transisi epidemiologi memberikan kesadaran bahwa upaya promotif dan preventif dapat memberikan keuntungan lebih besar jika dibandingkan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif
Keamanan Siber dan Pembangunan Demokrasi di Indonesia

Penulis
No Author
Abstrak
Sejak reformasi, bangsa Indonesia teramat sibuk dengan urusan politik praktis dengan segala persoalan dan tantangannya. Kini di era industri 4.0 yang didukung teknologi komunikasi dan informasi yang sangat cepat, telah merubah tatanan sosial dan bisnis serta perilaku masyarakat, terutama masyarakat kota menengah ke atas. Era disrupsi komunikasi dan informasi bukan hanya menjadi tantangan, juga peluang yang membutuhkan jawaban dari semua elemen kebangsaan. Dalam dimensi politik dan atau demokratisasi, sedang terjadi gejala komunikasi yang luar biasa di dunia maya (media sosial). Salah satu efek negatif dari kebebasan ekspresi warga, kini disalurkan melalui media sosial dengan segala kontennya yang sangat mengancam keutuhan relasi kebangsaan. Media sosial (twitter, instagram, youtube, dlsb) seakan terbelah menjadi komunitas lovers dan haters yang berlebihan dan atau kebablasan. Kondisi ini menjadi “bom waktu” dalam membangun SDM yang berkualitas dan berkarakter di seluruh wilayah NKRI. Salah satu artikel dari Crispin Thurlow, dkk. (2004) yang berjudul Unwanted Cammmunication; Aggression and Abuse; Sexual Harassment; Ethical and Unethical Communication”). Dia mengatakan bahwa media sosial online (media virtual) memiliki peran amat penting dan telah menjadi media alternatif bagi masyarakat, khususnya dalam berdemokrasi. Apresiasi tinggi masyarakat dalam penggunaan sistem jejaring sosial (social-networking systems ) untuk berkomunikasi dan sekaligus menyalurkan, mengartikulasikan kepentingan secara online untuk hal yang bermanfaat ataupun merugikan. Dampak yang merugikan, para peneliti menemukan sejumlah pers populer telah mengingatkan kita tentang bahaya potensial yang tersembunyi dari online dan CMC (Computer Mediated Communication) yang tak beretika. “Online potential dangers lurking online and unethical CMC); Online harassment; hate speech online dan online ethics . Indonesia pengguna media sosial sungguh luar biasa. Menurut lembaga riset pasar e-Marketer , populasi netter tanah air mencapai 83,7 juta orang pada 2014. Angka yang berlaku untuk setiap orang yang mengakses internet setidaknya satu kali setiap bulan itu mendudukkan Indonesia di peringkat ke-6 terbesar di dunia dalam hal jumlah pengguna internet. Pada 2017, e-Marketer memperkirakan netter Indonesia bakal mencapai 112 juta orang, mengalahkan Jepang di peringkat ke-5 yang pertumbuhan jumlah pengguna internetnya lebih lamban. Secara keseluruhan, jumlah pengguna internet di seluruh dunia diproyeksikan bakal mencapai 3 miliar orang pada 2015. Tiga tahun setelahnya, pada 2018, diperkirakan sebanyak 3,6 miliar manusia di bumi bakal mengakses internet setidaknya sekali tiap satu bulan. (Kompas.com) Dengan dinamika yang sangat cepat di atas, tentunya antisipasi lembaga negara terkait sangat diperlukan tidak hanya pendekatan dan penegakkan formalitas yuridis melalui UU ITE, khususnya yang berkaitan dengan ujaran kebencian dan atau negatif di media sosial, juga terhadap dinamika gerakan netizen dan atau komunitas yang seringkali melakukan perlawanan sosial terhadap penyimpangan dari praksis demokrasi yang ditampilkan para elit politik. Aksi ini juga merupakan jalan terbaik untuk memperingatkan bahwa legitimasi dan optimalisasi fungsi demokrasi melalui lembaga-lembaga formal (eksekutif, legislatif, yudikatif ) bentukan pemilu akan menjadi lembaga yang tak lagi memiliki legitimasi rakyat dan kehilangan makna dan kepercayaan di mata rakyatnya. Untuk menjawab berbagai fenomena di atas, melalui buku Keamanan Siber yang ditulis para pakar di bidang media sosial sebagai hasil riset, tentunya menjadi menarik untuk disimak dan dikaji lebih dalam.