Buku ini merangkaikan secara konseptual dan kontekstual upaya untuk mewujudkan kesejahteraan tidak saja dengan program-program pengentasan kemiskinan, tidak hanya dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat,namun lebih lanjut lagi memotret berbagai kearifan lokal yang selama ini sudah berkembang di masyarakat sebagai pijakan untuk pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan yang merata dan berkeadilan sosial. Tradisi-tradisi yang sudah mengakar di masyarakat (yang sebagian juga ada yang sudah memudar) direkonstruksi kembali sebagai bentuk jembatan pemberdayaan yang diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan. Dalam konteks Indonesia kekinian, buku ini sangat relevan dalam menyodorkan alternatif kerangka pembangunan dengan menguak makna substantive kearifan lokal. Sebagai misal kelembagaan lokal seperti Ana-ana Karaeng di Makassar, Awig-awig di Bali, Bodi Caniago di Minangkabau dikembangkan menjadi entitas lokal yang memicu pembangunan. Budaya gotong-royong seperti Alang Tulung di masyarakat Gayo, Basiru di Sumbawa, Belalik di Melayu Sambas, dsb diformulasikan sebagai kejujuran, kepedulian dan kerjasama tim. Harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan prestasi, demikian seterusnya. Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan dan disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas kokoh bangsa, bukan hanya sekedar identitias suatu suku atau masyarakat tertentu saja.