Pusat Penelitian

Temukan berbagai publikasi dokumen dari Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI mengenai Laporan Kinerja, Info Judicial Review dan lainnya.

Politica, Vol. 12, No. 1, Mei 2021

Penulis
900000397
Abstrak
This article argues that the most unique characteristic of the ICAN’s activism is its transnational scope, which was made possible by the use of eight strategies by the organization including geostrategic headquarters, internet and technology, government relations, NGOs connection, celebrity spotlight, perfect timing, creativity, and responsiveness. In evaluating the argument, this article provides evidence by employing process-tracing methods and conducting archival analysis to closely examine the historical timeline of important events or moments surrounding the ICAN’s activism since its inception in 2007 to the adoption of the Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons in 2017. This article first provides a literature review on social movements against nuclear weapons to provide some background. It then describes how the eight strategies are employed by the ICAN as they are reflected in its transnational activism. It finally notes the five key milestones that are achieved by the organization.

Penulis
900000398
Abstrak
Saat ini, tajuk mengenai Pam Swakarsa kembali diangkat ke permukaan dan jadikan sebagai program andalan Polri sebagai usaha untuk mengimplementasikan paradigma community policing atau paradigma kemitraan antara polisi dan masyarakat sebagai elemen pengamanan swakarsa. Akan tetapi, momok dari Pam Swakarsa pada tahun 1998 yang kerap dilekatkan dengan pasukan yang tidak terikat hukum dan sumber dari pelaku-pelaku pelanggaran HAM, menjadi halangan terbesar di dalam badan kepolisian untuk menghidupkan kembali Pam Swakarsa di tengah-tengah masyarakat. Pasukan Pengamanan Swakarsa atau Pam Swakarsa pernah memainkan peran penting di dalam mengamankan Sidang Istimewa MPR RI yang diselenggarakan pada tahun 1998 silam. Secara historis, sebelum terbentuknya Pam Swakarsa, pasukan pengamanan sukarela telah melekat menjadi kultur di dalam masyarakat sebagai bagian dari unsur masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai laskarlaskar dan barisan-barisan pertahanan. Menjadi tantangan selanjutnya bagi Kepolisian Republik Indonesia untuk menciptakan konsep pengamanan sukarela Pam Swakarsa yang tidak membuka peluang bagi terjadinya kekerasan sosial dan politik antara unsur-unsur di dalam Pam Swakarsa dengan masyarakat sipil tanpa melalui proses hukum dan bertentangan dengan nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan serta bertentangan dengan asas Indonesia sebagai negara hukum.

Penulis
900000401
Abstrak
Jaminan terhadap kebebasan pers telah menjadi syarat mutlak bagi upaya demokratisasi di Indonesia. Setelah terjadinya reformasi di Indonesia pada tahun 1998, tidak terjadi lagi tekanan dan pengendalian oleh negara terhadap pers. Indeks Demokrasi Indonesia merupakan suatu indeks yang menggambarkan dinamika demokrasi di wilayah Indonesia. Demokratisasi yang semakin berkembang ini didukung dengan perkembangan teknologi dan informasi yang masif. Dalam menggambarkan tingkat pembangunan teknologi informasi dan komunikasi, terdapat suatu indeks sebagai ukuran standar pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi di suatu wilayah yang dinamakan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Dari 11 indikator penyusun indeks tersebut, indikator yang berkembang pesat yaitu persentase rumah tangga yang memiliki akses internet. Adanya internet yang merupakan media informasi dan komunikasi, mendorong masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya melalui media internet. Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik meliputi 17 provinsi di Kawasan Barat Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan persentase rumah tangga yang mengakses internet dan persentase penduduk miskin berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Demokrasi Indonesia di Kawasan Barat Indonesia. Melalui berbagai langkah seperti meningkatkan pembangunan infrastruktur, pelatihan, dan sebagainya, sebaiknya pemerintah bekerja sama dengan beberapa pihak untuk mendukung dan meningkatkan pengguna internet. Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi mengenai demokrasi sehingga masyarakat turut aktif dalam berdemokrasi di negeri ini.

Penulis
171
Abstrak
Agenda pemilu serentak menjadi salah satu muatan dari draft rancangan revisi UU Pemilu yang dilakukan oleh DPR setelah keluarnya Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019. Salah satu muatan agenda tadi adalah gagasan yang mencoba untuk memisahkan pemilu nasional dan pemilu lokal. Tulisan ini menggunakan teori demokrasi yang tertanam guna mengidentifikasi lebih lanjut beberapa faktor yang mendasari pentingnya pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal dalam agenda pemilu serentak. Beberapa faktor dimaksud yaitu pola politik kekuasaan dan partisipasi masyarakat, kehidupan partai politik, landasan suprastruktur pemerintahan, dan hubungan pusat-daerah, serta peluang dan tantangan sentimen pemilih itu sendiri. Substansi demokrasi tertanam teoritik sebagaimana ditunjukkan oleh faktorfaktor tersebut menunjukkan bahwa skema pemilu nasional dan pemilu lokal yang dipisah, kiranya penting dipertimbangkan bagi penyelenggaraan agenda pemilu serentak di Indonesia sesudah Pemilu 2024 mendatang.

Penulis
900000335
Abstrak
Indonesia mulai “terseret” dalam sengketa Laut China Selatan sejak 2010, setelah Tiongkok mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di wilayah utara Kepulauan Natuna. Klaim sepihak Tiongkok terus berlanjut dan memuncak pada 2016 ketika kapal penangkap ikan asal Tiongkok melakukan aktivitas penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna. Tindakan asertif Tiongkok tersebut bersinggungan dengan kepentingan nasional Indonesia, sehingga pemerintah Indonesia berupaya untuk mengamankan kepentingan nasionalnya di Natuna meskipun Indonesia bukan merupakan negara yang bersengketa. Studi ini bertujuan untuk menganalisis kepentingan nasional Indonesia di kawasan Laut China Selatan dan respons Indonesia di tengah dinamika Laut China Selatan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Metode kualitatif dan konsep kepentingan nasional, geopolitik dan geostrategi digunakan untuk menganalisis studi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepentingan nasional Indonesia di kawasan Laut China Selatan antara lain mempertahankan kedaulatan wilayah, hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam, serta menjaga stabilitas regional di Laut Natuna Utara. Di bawah pemerintahan Joko Widodo, respons Indonesia dalam menghadapi dinamika yang terjadi di Laut China Selatan dilakukan melalui upaya diplomasi dan penyiagaan kekuatan militer.
Negara Hukum, Vol. 12, No. 1, Juni 2021

Penulis
191
Abstrak
Pandemi Covid-19 menimbulkan kerugian pada perekonomian nasional yang berimbas pada terpuruknya UMKM, oleh karenanya perlu ada pelindungan hukum terhadap UMKM. Untuk itu tulisan ini akan mengkaji dan bertujuan untuk mengetahui urgensi pelindungan hukum terhadap UMKM, pelindungan hukum yang diberikan kepada UMKM, dan peran bank dalam pelindungan hukum tersebut. Tulisan ini memiliki kegunaan teoritis dan praktis. Dengan menggunakan metode yuridis normatif diperoleh hasil UMKM perlu mendapat pelindungan hukum karena memiliki peran penting dalam perekonomian nasional dan sebagai pilar utama ekonomi kerakyatan. Pelindungan hukum dilakukan dengan mengeluarkan berbagai instrumen hukum yang ditujukan untuk membantu UMKM bertahan, bangkit dari Covid-19, dan berkembang dengan baik. Bank memiliki peran penting dalam pelindungan hukum terhadap UMKM yaitu mendukung PEN dan membina/memberdayakan UMKM. Mengingat pentingnya UMKM, pelindungan hukum perlu terus dilakukan pada masa pandemi Covid-19. Bank juga perlu meningkatkan perannya dan menjadi agen pembangunan yang baik agar kesejahteraan rakyat terwujud.

Penulis
900000381
Abstrak
Pandemi Covid-19 menyebabkan pertumbuhan perekonomian dunia mengalami resesi tajam yaitu kisaran 4,4%-5,2%. Pasar kerja menjadi salah satu sektor yang terdampak ditandai dengan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi gejala ini adalah dengan pengadopsian skema jaminan kehilangan pekerjaan. Artikel ini membahas latar belakang diadakannya jaminan kehilangan pekerjaan serta sistemnya di Indonesia dan cara skema jaminan kehilangan pekerjaan dapat menanggulangi dampak pemutusan hubungan kerja akibat resesi ekonomi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif. Dalam menganalisis bahan hukum, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Jaminan kehilangan pekerjaan merupakan bentuk jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Apabila pekerja mengalami PHK, pekerja akan menerima manfaat berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. Ditemukan bahwa skema jaminan kehilangan pekerjaan dapat mempercepat eks pekerja mendapatkan pekerjaan permanen dan mencegah eks pekerja kehilangan motivasinya untuk mencari kerja. Studi pelaksanaan unemployment insurance di negara lain menunjukkan bahwa skema unemployment insurance efektif dalam mengatasi jumlah pengangguran, khususnya dalam masa resesi ekonomi. Sebagai saran dari penelitian ini, skema jaminan kehilangaan pekerjaan perlu disosialisasikan dan pelatihan kerjanya disesuaikan dengan permintaan pasar agar benar-benar memberikan manfaatnya

Penulis
900000383
Abstrak
Nama domain dapat diperoleh melalui pendaftaran & putusan (Dispute Resolution Service Provider-DRSP). Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) baru mengakui eksistensi nama domain hasil pendaftaran pada registrar asing (Pasal 24 ayat (3)). UU ITE perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam penyelesaian sengketa nama domain termasuk DRSP, oleh karena itu perlu adanya harmonisasi regulasi dan praktik global. Permasalahan hukum yang muncul adalah prinsip apa saja yang dapat dipertimbangkan dalam menyelesaikan sengketa nama domain berdasarkan UU ITE. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, menggunakan metode yuridis normatif. Data yang diperoleh dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam penyelesaian sengketa nama domain termasuk putusan DRSP adalah prinsip kepastian hukum; prinsip “architecture” Lawrence Lessig yang dapat diterapkan terkait pengakuan dan pelaksanaan putusan penyedia layanan penyelesaian sengketa nama domain oleh DRSP; serta prinsip pengakuan oleh Undang-Undang ITE. Prinsip-prinsip tersebut perlu dipertimbangkan agar mampu mengikuti perkembangan best practices pada masyarakat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terkait kepemilikan nama domain berikut sistem penyelesaian sengketa secara online oleh DRSP yang diatur oleh Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) dalam Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy (UDRP), perjanjian registri, dan perjanjian registrar sesuai dengan teori “code” atau “architecture” dari Lawrence lessig.

Penulis
188
Abstrak
Pandemi Covid-19 mengharuskan sebagian besar masyarakat beraktivitas di rumah dengan menggunakan teknologi informasi, kondisi tersebut berdampak pada meningkatnya kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) terhadap anak dan perempuan. Penanganan kasus KBGO dengan menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan/atau UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi belum memadai. Artikel ini mengkaji pengaturan KBGO dalam hukum positif dan penerapannya dalam sistem peradilan pidana serta pengaturannya di masa yang akan datang dalam RUU KUHP 2019 dan RUU PKS. Penulisan artikel dengan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan hukum pidana. Berdasarkan hasil kajian, politik hukum pengaturan KBGO dalam UU ITE dan UU No. 44 Tahun 2008 menimbulkan multitafsir dalam penerapannya. Aparat penegak hukum menggunakan UU ITE dan/atau UU No. 44 Tahun 2008 terhadap KBGO, dimana korban dapat dijadikan tersangka. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi korban. RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual yang memuat berbagai jenis kekerasan seksual merupakan RUU Prioritas Tahun 2021, namun belum juga memuat KBGO secara eksplisit. Oleh karena itu, KBGO perlu dimasukkan sebagai jenis kekerasan seksual dalam RUU PKS. RUU PKS dianggap sebagai lex specialis dari KUHP.

Penulis
186
Abstrak
Pengaturan mengenai hapusnya kewenangan menjalankan pidana, yaitu pemberian grasi dan penentuan kedaluwarsa, menyebabkan seorang jaksa tidak dapat mengeksekusi putusan pengadilan terhadap terpidana. Sedangkan hak negara untuk menjatuhkan dan mengeksekusi terpidana mengacu pada legitimasi atau dasar pembenaran dari pidana. Melalui pendekatan yuridis normatif dan dengan menggunakan data sekunder, tulisan ini mengkaji kebijakan pemberian grasi dan penentuan kedaluwarsa menjalankan pidana dari perspektif pemidanaan terutama dari tujuan pemidanaan. Hasil kajian ini untuk menentukan apakah pemberian grasi dan penentuan kedaluwarsa tersebut perlu diatur kembali dalam Rancangan UndangUndang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Apabila mengacu pada tujuan pemidanaan sebagaimana dirumuskan dalam RUU KUHP kebijakan pengaturan kedaluwarsa justru tidak sejalan dengan tujuan pemidanaan yang hendak dicapai. Berbeda dengan hapusnya kewenangan menjalankan pidana karena adanya pemberian grasi oleh presiden. Pemberian grasi sejalan dengan tujuan pemidanaan yaitu untuk memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Terkait dengan tujuan pemidanaan sebagaimana yang telah dirumuskan dalam RUU KUHP maka dalam pembahasan RUU tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah hendaknya dapat mengkaji kembali pengaturan kedaluwarsa agar tidak menjadi dasar hapusnya kewenangan menjalankan pidana.

Penulis
222
Abstrak
Perolehan alat bukti secara ilegal masih sering ditemui di Indonesia. Untuk mencegah pengulangan praktik tersebut, hukum acara pidana mengenal prinsip the exclusionary rules of evidence (exclusionary rules) yang berfungsi untuk mengeliminasi alat bukti yang diperoleh secara ilegal dalam pemeriksaan persidangan. Penerapan exclusionary rules telah menjadi praktik yang umum dilakukan secara internasional. Artikel ini mengkaji pengaturan prinsip exclusionary rules di Amerika Serikat dan Belanda, serta mengkaji apakah prinsip exclusionary rules perlu diatur dalam hukum acara pidana Indonesia melalui RUU Hukum Acara Pidana (RUU HAP). Artikel ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Pengaturan exclusionary rules di Amerika Serikat diatur dalam Putusan Mapp v. Ohio, 367 U.S. 643 (1961), sedangkan di Belanda diatur dalam Pasal 359a WvSv. Di Indonesia, keberadaan prinsip exclusionary rules merupakan tafsir dari frasa “alat bukti yang sah” sehingga alat bukti harus sah, baik jenis dan perolehannya. Untuk meminimalisasi perolehan bukti secara ilegal di Indonesia, prinsip exclusionary rules perlu diatur dalam batang tubuh RUU HAP agar dapat diberlakukan secara efektif dalam persidangan di seluruh Indonesia. Selain itu, pengaturan exclusionary rules pada RUU HAP perlu dilengkapi dengan pihak yang berwenang menguji dan mengesahkan alat bukti, serta menetapkan tindakan apa yang dapat diterapkan terhadap alat bukti yang tidak sah.

Penulis
900000385
Abstrak
Penelitian ini memfokuskan pada checks and balances antarlembaga negara dalam menjalankan fungsinya. Problem penelitian terkait lemahnya sistem saling imbang dan saling kontrol dalam pembentukan dan pengujian undang-undang. Untuk mengungkap problem penelitian tersebut, digunakan penelitian hukum normatif yang mengutamakan data sekunder, dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa problem checks and balances, yaitu (1) sistem legislasi dalam sistem presidensial yang banyak melahirkan kompromi/konfrontasi; (2) checks and balances antarlembaga legislatif yang lemah; (3) teknik legislasi yang kurang dipahami; (4) penyempitan pemahaman checks and balances dalam putusan MK; (5) problem saling klaim kebenaran dalam menafsirkan konstitusi; (6) problem tambahan dan pencabutan kewenangan melalui putusan; (7) problem putusan MK yang menyimpang dari undang-undang; dan (8) problem pemaknaan moralitas konstitusi. Solusi penataan checks and balances, yaitu (1) pengaturan hak veto dalam konstitusi; (2) rekonstruksi makna “otonomi daerah” dalam menata hubungan legislasi antara DPR dengan DPD; (3) penguatan kemampuan legal drafting; (4) meletakkan bangunan prinsip separation of power dan checks and balances secara benar menurut konstitusi; (5) penting membangun pemahaman kebenaran tafsir konstitusi; (6) perlu membangun marwah MK melalui konsistensi putusan dan akuntabilitas putusan; (7) meminimalisasi penyimpangan terhadap UU MK; dan (8) penguatan moralitas/etika hakim.