Indonesia dan 15 negara lainnya sedang bernegosiasi tentang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) sejak tahun 2013 hingga penelitian ini ditulis. Ini adalah perjanjian perdagangan bebas yang dianggap berbeda dengan yang telah ada sebelum-sebelumnya di Kawasan Asia Pasifik. RCEP akan menghapus tarif dan hambatan nontarif semua perdagangan barang secara substansial serta menghapus secara substansial pembatasan dana atau tindakan diskriminatif sektor jasa. Penelitian ini menguji faktor-faktor kedekatan pembangunan (development proximity) sebagai strategi untuk meningkatkan ekspor di pasar RCEP dengan Model Gravitasi. Model estimasi yang dipergunakan adalah Random Effect Generalized Least Squared dan Prais-Winsten dengan Panels Standard Corrected Errors. Hasil dari estimasi koefisien kemudian dipakai untuk mengetahui ruang pertumbuhan perdagangan dengan menggunakan rasio potensi perdagangan. Hasil dari model estimasi menunjukkan PDB per kapita, tingkat kesamaan PDB per kapita, jarak geografis dan investasi berpengaruh terhadap ekspor Indonesia. Indonesia mempunyai ruang pertumbuhan ekspor di tujuh dari 14 negara di RCEP. Nilai rasio potensi perdagangan tertinggi di pasar RCEP adalah Selandia Baru, Thailand, Australia, Filipina, Korea Selatan, Kamboja, dan Malaysia. Di sektor pertanian, Indonesia mempunyai potensi ekspor dengan delapan dari 14 negara yang tergabung dalam RCEP. Delapan negara tersebut yakni Australia, Kamboja, Laos, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Korea Selatan, dan Thailand. Sementara di sektor manufaktur, Indonesia mempunyai potensi ekspor dengan enam dari 14 negara. Keenam negara tersebut yakni Australia, Kamboja, Selandia Baru, Singapura, Filipina, dan Thailand. Ini artinya Indonesia mempunyai ruang pertumbuhan ekspor yang lebih baik di sektor pertanian dibandingkan dengan sektor manufaktur.