Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, tingkat penetrasi aset syariah tergolong rendah yaitu dibawah 8 persen. Sementara Malaysia, Kuwait, Bahrain, Brunei, dan Saudi Arabia, rata-rata di atas 20 persen. Potensi pasar yang besar, belum dapat mengantar Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah di dunia. Hal ini mendorong pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berinisiatif melakukan merger antara Bank Mandiri Syariah, Bank Rakyat Indonesia Syariah, dan Bank Negara Indonesia Syariah. Melalui merger ini diharapkan kapasitas modal, skala pembiayaan dan market share dapat meningkat, sehingga Indonesia dapat masuk ke pasar global dan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi syariah. Namun beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa merger tidak selalu menjadikan kinerja perbankan efisien bahkan menunjukkan kegagalan. Lalu sejauh mana, tujuan merger bank syariah BUMN ini dapat tercapai? Melalui pendekatan deskriptif kualitatif dan analisis SWOT dengan menggunakan data primer (wawancara dan focus group discussion dengan stakeholder terkait) serta data sekunder, penelitian ini menemukan bahwa langkah merger tersebut harus dilengkapi dengan fitur kebijakan afirmatif lainnya sehingga industri perbankan syariah dapat tumbuh pesat. Diantaranya mendorong integrasi ekosistem bisnis syariah dalam kawasan ekonomi halal, kemudahan akses permodalan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah, penguatan sinergi dengan sektor Zakat Infaq Sadaqah Waqaf, mendorong transaksi keuangan pemerintah melalui perbankan syariah, menghindari pengurangan pegawai dalam proses merger, serta menyusun detail tahapan operasional merger. Intervensi pemerintah tidak boleh berhenti hanya pada merger, harus ada upaya lebih pemerintah dalam memperbesar pangsa pasar perbankan syariah sehingga dapat meningkatkan market share perbankan syariah di pasar industri perbankan nasional maupun global.
Kata kunci: bank syariah BUMN; merger; analisis SWOT.